Topikmetro.com - Buntut permasalahan kasus perdata atas sengketa waris yang pernah
disidangkan PN Jakarta Barat yang sampai saat ini masih bergulir di
Mahkamah Agung (MA), mendapat kritikan tajam dari praktisi hukum, JJ
Amstrong Sembiring, SH., MH.
Perkara dengan nomor
320/PDT.G/2013/PN.JKT.BAR ini dinilai Amstrong, penuh kontroversi dan
sarat rekayasa. Pasalnya, lanjut Amstrong, dalam persidangan sempat
terjadi beberapa kejadian antara lain, kuasa hukum protes dengan cara
melukai dirinya sendiri dan yang tak kalah hebohnya majelis hakim
bermain handycam saat pembacaan putusan.
"Perilaku majelis
hakim yang tidak profesional dalam menjalankan profesinya dengan
tertangkap tangan menggunakan handycam saat sedang menjalankan
persidangan" ujar Amstrong, Rabu (23/9) di Jakarta.
Meski
Badan Pengawas Komisi Yudisial sudah menjatuhkan sanksi kepada dua hakim
berinisial H dan SH dengan cara dimutasi, namun menurut Amstrong
hukuman hakim "nakal" tersebut tidak sepadan dengan putusan hukum yang
disidangkan, karena jelas para hakim itu dinilai melakukan perbuatan
tercela dan melanggar poin 2.1 kode etik hakim, yaitu, Hakim harus
berperilaku jujur (fair) dan menghindari perbuatan yang tercela atau
yang dapat menimbulkan kesan tercela.
"Terkesan majelis Hakim
tidak mencerminkan seorang yang adil dalam memutuskan perkara, bahkan
ironisnya saat persidangan waktu itu majelis hakim menutup sidang tanpa
ada agenda jadwal sidang berikutnya" beber Amstrong
Selanjutnya,
kata Amstrong akibat keputusan tersebut penasehat hukum mengajukan
banding dan berlanjut ke kasasi. Dalam kasasi inilah yang diterima kuasa
hukum terdapat kejanggalan dengan beberapa coretan.
"Setahu
saya coretan hanya ada dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris
dan itu tertuang pada pasal 50, dan jika ada coretannya itu pun harus
ada saksi" ungkap Amstrong.
Pencoretan sepihak itu, lanjut
Amstrong, tentu akan menimbulkan spekulasi bahwa sengaja diperbaiki
pihak lain, karena ini kasus perdata. Bahkan kuat dugaan ini sengaja
menyepelekan MA karena dinilai "satu paket" mafia peradilan.
Dokumen
coretan tersebut ditandatangani Sophan Girsang, Panitera Muda Perdata
Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 24 Maret 2015, dan diterima kuasa
hukum tak lama setelah dikirimkan memori kasasi.
"Ini baru
pertama kali di Indonesia. Jika Mahkamah Agung (MA) meloloskan atau
mempertimbangkan dokumen yang "kotor" penuh coretan tersebut berarti
melecehkan diri sendiri dan institusi MA, karena MA merupakan organisasi
yang mempunyai struktur dan etika organisasi," tegas Amstrong.
Menurut Amstrong, MA harus menolak kontra kasasi nomor 1477KP/2015 karena tidak mencerminkan nilai etika prosedural.
"Dokumen
surat resmi harus mempunyai nilai etika prosedural dan memenuhi
ketentuan etika aturan sebagaimana mestinya," tandasnya.